Current Issue

Vol 9 No 2 (2023): Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 9 No. 2

Menyelisik Pendidikan Karakter Melalui Karya Seni

Pendidikan karakter menjadi perhatian khusus dalam sistem pendidikan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu menguat sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 dan Permendikbud nomor 20 tahuan 2018 tentang penguatan pendidikan karakter dengan misi menjadikan pendidikan karakter sebagai platform pendidikan nasional untuk membekali peserta didik  sebagai generasi emas tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan. Pendidikan karakter tentu tidak melulu harus disampaikan lewat buku pelajaran dan teks-teks ilmiah saja, karya seni juga dapat menjadi pintu masuk dan wahana dalam pengajaran pendidikan karakter. Menuntun karakter anak bermakna mengembangkan pengetahuan, kepribadian, moralitas, relijiusitas dan life skills diutarakan Ismar (2017) dalam Perspectives on Dance Education yang dikompilasi Mohd Anis Md Nor (ed). Pandangan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Wayn (2020) dalam Cherish Academy  yang mengungkapkan  bahwa (pendidikan) karakter berkaitan dengan  teknis dan cara yang digunakan untuk menerapkan nilai-nilai kebaikan ke dalam sebuah tingkah laku maupun tindakan. Oleh karena itu,  menurut Wayn karakter diperoleh dari nilai-nilai atau pandangan seseorang yang diwujudkan ke dalam bentuk tingkah laku. Di sinilah karya seni  dapat hadir dan  mengambil peran sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dan nilai-nilai luhur pendidikan karakter kepada generasi muda. Edisi jurnal seni nasional CIKINI kali ini hadir sebagai sebuah refleksi dan pencarian makna  pendidikan karakter lewat penyelisikan karya seni. Tulisan-tulisan yang sudah lolos seleksi dari tim editor dan reviewer dalam edisi kali ini berusaha menyuguhkan sudut pandang pendidikan karakter lewat berbagai metode dan cara kerja sesuai dengan bidang penulisnya masing-masing.

William Sanjaya dan Hannalayne Marian lewat tulisannya yang berjudul “Relasi Kepercayaan Diri pada Karakter Utama dengan Komposisi Visual di Film “TAR” berusaha membongkar karakter tokoh utama dalam film tersebut lewat penerapan komposisi visual pada keseluruhan cerita di film itu. Lewat penerapan komposisi tersebut, ia mampu menunjukkan kepercayaan diri dan karakter tokoh utama Lydia melalui penerapan rule of thirds. Dengan adanya penerapan komposisi visual dalam film itu, kepercayaan diri dan karakter tokoh utama dapat terlihat melalui rangkaian visual sehingga penonton dapat memahami sifat dan karakter tokoh tersebut.

Dalam ranah seni tradisi, Simon Yordhan Xafrido lewat artikelnya yang berjudul “Pakaian dan Atribut Tari Caci di Ronggakoe, Manggarai Timur” berusaha membongkar makna, nilai-nilai, dan pendidikan karakter lewat serangkaian atribut pakaian yang dikenakkan para penari Caci. Dari situ, kita dapat melihat dan memahami cara hidup, sistem sosial masyarakat, dan alam pikiran luhur masyarakat Ronggakoe, Manggarai Timur yang harus diwarisi para generasi muda.

Penyelisikan lewat seni tradisi mengenai pendidikan karakter juga dilakukan Faris Awaludin lewat tulisannya yang berjudul “Ngruwat Bocah Bajang: Makna Ruwatan Cukur Rambut Gembel bagi Masyarakat Dieng”. Faris menguraikan di dalam tulisannya tentang makna-makna yang terkandung di dalam tradisi ruwatan cukur rambut gembel sebagai peninggalan luhur nenek moyang bagi masyarakat Dieng yang harus dipertahankan. Adat istiadat tentang bocah bajang dan juga ruwatan cukur rambut gembel dikatakan penulis sudah memola sebagai tata nilai yang harus dipatuhi oleh masyarakat Dieng agar mereka dihindarkan dari mala.

Aksi nyata kepedulian terhadap pendidikan karakter juga dilakukan oleh Shienny Megawati Sutanto lewat kerja risetnya yang berjudul “Perancangan Buku Ilustrasi sebagai Media Edukatif untuk Anak tentang Kebersihan Sebelum Makan”. Hasil riset penciptaan karya seninya itu  menunjukkan bahwa perancangan buku ilustrasi tentang pendidikan karakter harus dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik anak-anak yang cenderung menyukai cerita yang imajinatif dan dekat dengan keseharian mereka. Selain itu, buku pendidikan karakter bagi anak-anak sangat penting diperhatikan visualisasinya agar informasinya mudah dibaca dan dipahami anak.

Lewat bidang sastra, Teguh Prasetyo dengan tulisannya yang berjudul “Ruang Kolonial dan Resistansi pada Novel Hikayat Kadiroen karya Semaoen” berusaha membaca pendidikan karakter lewat perjalanan hidup tokoh Kadiroen yang kemudian melihat ketidakadilan dalam ruang kolonial dan memutuskan untuk mendukung ideologi komunis dalam melawan ketidakadilan tersebut. Hal menarik dalam novel ini menurut penulis salah satunya adalah penggambaran mengenai relasi dominasi kolonial yang direspons dengan perlawanan. Oleh karena itu, artikel ini mencoba membahas bentuk-bentuk relasi tersebut serta respons perwalanan atau resistansi terhadap relasi dominasi kolonial.

Stephani Intan M. Sillagan menulis mengenai upaya re-aransemen lagu tradisi Pa’kelong Simbuang garapan Rethayani Layuk ke dalam bentuk modern. Menurutnya dengan re-aransemen nyanyian rakyat masyarakat Toraja Simbuang mengandung pendidikan karakter generasi muda khususnya anak-anak agar peduli pada warisan budaya ditengah arus globalisasi di masa kini yang semakin deras. Temuan ini menarik bahwa sebagai usaha rekacipta, nyanyian yang berisi lirik dan makna lagu yang syairnya tetap dipertahankan dalam bahasa Toraja Simbuang menyampaikan nilai-nilai sakral, kemanusiaan dan pendidikan karakter anak melalui inovasi garapan baru.

Published: 2023-12-31

Full Issue

View All Issues