-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 10 No. 1Vol 10 No 1 (2024)
Jika kita meninjau kembali pertalian antara seni, kreativitas, dan teknologi, dapat dikatakan bahwa ketiga komponen itu sudah menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Ketiganya hadir berkelindan dalam satu kesatuan utuh dan melebur dalam proses kreatif para seniman hingga melahirkan karya seni dalam berbagai genre dan bentuk. Tidak hanya itu, pertemuan ketiganya juga telah membawa perubahan besar dalam cara berkesenian, cara pandang, dan cara menikmati serta mengapresiasi karya seni. Hal itu sekaligus juga membawa kita untuk meninjau dan merenungkan kembali tentang konsep seni dan batas-batas kreativitas serta peran serta teknologi di dalamnya. Persoalan yang rumit muncul ketika kita ingin memilah-milah dan memberi batas yang jelas antara karya seni yang asli dengan tidak asli, tradisi atau kontemporer, buatan manusia atau mesin, dan banyak lagi persoalan dalam seni yang mengaburkan pemahaman kita.
Dalam kaitan itu, para seniman dan pegiat seni seolah bertarung dengan arus perkembangan globalisasi dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menjawab tantangan soal ide, kreativitas, dan keahlian seni yang mereka miliki. Persoalan sentuhan tangan, rasa, dan keindahan dalam proses mencipta menjadi persoalan rumit ketika teknologi telah menembus batas-batas ide, kreativitas, dan cara kerja manusia. Kita tahu bahwa di satu sisi, perkembangan teknologi memang telah membawa dampak positif dan memudahkan setiap kerja manusia, termasuk para seniman. Namun, di sisi lain, teknologi boleh jadi dapat menjadi ancaman mematikan ketika kreativitas dan kerja manusia tidak banyak lagi dibutuhkan dan digantikan oleh mesin. Tantangan itu juga membawa kita pada persoalan seni tradisi yang selama ini menjadi akar dan jati diri bangsa. Apakah kesenian tersebut dapat kita pertahankan dalam bentuk “asli”nya atau harus kita beri sentuhan teknologi agar terus hidup dan bertahan. Tidak dapat disangkal bahwa kita membutuhkan teknologi untuk dapat menyelamatkan kesenian itu agar sampai kepada generasi berikutnya. Namun, persoalan berikutnya, seberapa canggih dan hebat berbagai teknologi dan media untuk dapat membekukan setiap elemen dan komponen seni yang lahir dari memori para seniman, misalnya dalam bentuk ujaran lisan, ekspresi, gerak, suasana, dan banyak lagi. Lantas, bagaimana cara kita berdamai dan bernegosiasi dengan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dewasa ini menyeruak ke dalam berbagai sisi kehidupan, tanpa terkecuali dalam berkesenian.
Untuk menjawab berbagai persoalan yang dikemukakan di atas, para pegiat dan pemerhati seni berusaha menggali dan memberikan perspektif lewat tulisan-tulisan mereka yang hadir dalam edisi Jurnal Cikini kali ini. Melalui berbagai studi kasus, data, metode, cara kerja, dan sudut pandang, mereka berusaha mengamati berbagai dinamika pertemuan antara seni, kreativitas, dan teknologi. Artikel-artikel yang telah lolos seleksi dari tim editor dan reviewer dalam edisi kali ini menyajikan berbagai sudut pandang dan temuan dalam memandang persoalan yang menjadi tajuk utama editorial pada edisi ini. Fatma Misky dan Diandra Dwi Ananda tentang “Analisis Perubahan Desain Karakter Game Mobile Legends Pendekatan Manga Matrix” berusaha menjelaskan tentang visual karakter dalam Mobile Legends Bang Bang. Ia mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pada desain karakter pada sebelum dan sesudah revamp dalam game Mobile Legends Bang Bang. Penelitian ini membedah perbedaan desain karakter Freya dan Franco sebelum dan sesudah revamp dengan menggunakan Manga Matrix. Penulis artikel ini berharap temuannya dapat menjadi acuan dalam pengembangan visual terutama pada desain karakter.
Selanjutnya, Taris Zakira Alam dan Jerry Haikal mengemukakan pandangannya tentang “Dampak Produksi Desain Grafis Pada Penggunaan Teknologi Artificial Intelligence (AI) Dengan Menggunakan Grounded Theory”. Dalam tulisan itu, kedua penulis membahas tentang Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI) yang memiliki dampak yang signifikan terhadap produktivitas desainer grafis dalam berkarya. Menurutnya, AI dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja para desainer dalam membuat karya. Namun demikian, ia menambahkan bahwa AI juga menimbulkan sejumlah risiko dan tantangan besar terkait kualitas, peluang terjadinya plagiarisme, penipuan, dan penyalahgunaan AI. Selanjutnya, ada tulisan Martinus Eko Prasetyo dan Chevalier Adiman Koronka Sanjaya tentang “Perancangan Film Dokumenter Kolintang di Rumah Budaya Nusantara Wale Ma’zani Tomohon”. Para penulis mengemukakan bahwa bantuan teknologi lewat film dokumenter dapat menjadi salah satu solusi dalam upaya pemertahanan dan pewarisan musik kolintang Minahasa.
Kemudian, ada artikel tentang “Buku Ilustrasi Edukasi Tentang Kepribadian Dasar untuk Meningkatkan Potensi Diri Bagi Remaja Kelas 3 SMA” yang ditulis Restu Hendriyani Magh’firoh dan Hellena Happy Victory. Penulis ini fokus menyoroti tentang pemahaman kepribadian manusia. Menurut para penulis, hal itu sangat penting dalam pengembangan potensi diri agar remaja dapat mengenali kekuatan, kelemahan, minat, dan bakat yang unik dalam diri mereka. Buku rancangan tersebut dibuat melalui empat tahapan, yaitu tahap riset, tahap perencanaan, tahap perancangan digital, dan tahap cetak agar buku ini tampil menarik untuk dibaca para remaja. Kemudian, ada pula tulisan Fepriana Chitra Sekar Ramadhani, Dinda Aisyah, Rava Syazwana Cahyadi Putri, dan Puri Kurniasih tentang “Analisis Design Thinking pada Poster Film KKN di Desa Penari (2022) versi Cut, Uncut, dan Extended”. Artikel ini memberikan gambaran tentang bagaimana kreativitas dan teknologi menyatu dalam perancangan poster film. Para penulis berusaha mengungkap makna visual poster berdasarkan proses kreatif desain yang ditampilkan dalam tiga versi berbeda untuk kebutuhan sasaran penonton film yang berbeda pula. Tulisan terakhir dalam edisi kali ini membahas tentang “Eksistensi Ornamen Gigi Balang sebagai identitas Masyarakat Betawi: Studi Kasus Masjid Raya Baitul Ma’mur”. Tulisan dari Yayah Rukiah, Khikmah Susanti, dan Rizki Saga Putra ini mengupas tentang ornamen Gigi Balang pada Masjid Raya Baitul Ma’mur lewat pendekatan semiotika Charles Sanders Peirce. Menurut penulis ini, ornamen Gigi Balang tidak hanya sebagai elemen dekoratif, tetapi juga merupakan simbol kebanggan dan identitas budaya masyarakat Betawi. Lebih lanjut, penulis mengungkapkan bahwa kreativitas yang dihadirkan lewat ornamen tersebut memiliki makna yang mampu mencerminkan nilai-nilai tradisional dan sejarah masyarakat Betawi yang kaya dengan warisan budaya lokal. Dengan penelitian ini, penulis berharap dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga dan melestarikan warisan budaya lokal di tengah gempuran perubahan zaman dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 9 No. 2Vol 9 No 2 (2023)
Menyelisik Pendidikan Karakter Melalui Karya Seni
Pendidikan karakter menjadi perhatian khusus dalam sistem pendidikan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu menguat sejak terbitnya Peraturan Presiden Nomor 87 tahun 2017 dan Permendikbud nomor 20 tahuan 2018 tentang penguatan pendidikan karakter dengan misi menjadikan pendidikan karakter sebagai platform pendidikan nasional untuk membekali peserta didik sebagai generasi emas tahun 2045 dengan jiwa Pancasila dan karakter yang baik guna menghadapi dinamika perubahan di masa depan. Pendidikan karakter tentu tidak melulu harus disampaikan lewat buku pelajaran dan teks-teks ilmiah saja, karya seni juga dapat menjadi pintu masuk dan wahana dalam pengajaran pendidikan karakter. Menuntun karakter anak bermakna mengembangkan pengetahuan, kepribadian, moralitas, relijiusitas dan life skills diutarakan Ismar (2017) dalam Perspectives on Dance Education yang dikompilasi Mohd Anis Md Nor (ed). Pandangan ini sejalan dengan apa yang dikemukakan Wayn (2020) dalam Cherish Academy yang mengungkapkan bahwa (pendidikan) karakter berkaitan dengan teknis dan cara yang digunakan untuk menerapkan nilai-nilai kebaikan ke dalam sebuah tingkah laku maupun tindakan. Oleh karena itu, menurut Wayn karakter diperoleh dari nilai-nilai atau pandangan seseorang yang diwujudkan ke dalam bentuk tingkah laku. Di sinilah karya seni dapat hadir dan mengambil peran sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan dan nilai-nilai luhur pendidikan karakter kepada generasi muda. Edisi jurnal seni nasional CIKINI kali ini hadir sebagai sebuah refleksi dan pencarian makna pendidikan karakter lewat penyelisikan karya seni. Tulisan-tulisan yang sudah lolos seleksi dari tim editor dan reviewer dalam edisi kali ini berusaha menyuguhkan sudut pandang pendidikan karakter lewat berbagai metode dan cara kerja sesuai dengan bidang penulisnya masing-masing.
William Sanjaya dan Hannalayne Marian lewat tulisannya yang berjudul “Relasi Kepercayaan Diri pada Karakter Utama dengan Komposisi Visual di Film “TAR” berusaha membongkar karakter tokoh utama dalam film tersebut lewat penerapan komposisi visual pada keseluruhan cerita di film itu. Lewat penerapan komposisi tersebut, ia mampu menunjukkan kepercayaan diri dan karakter tokoh utama Lydia melalui penerapan rule of thirds. Dengan adanya penerapan komposisi visual dalam film itu, kepercayaan diri dan karakter tokoh utama dapat terlihat melalui rangkaian visual sehingga penonton dapat memahami sifat dan karakter tokoh tersebut.
Dalam ranah seni tradisi, Simon Yordhan Xafrido lewat artikelnya yang berjudul “Pakaian dan Atribut Tari Caci di Ronggakoe, Manggarai Timur” berusaha membongkar makna, nilai-nilai, dan pendidikan karakter lewat serangkaian atribut pakaian yang dikenakkan para penari Caci. Dari situ, kita dapat melihat dan memahami cara hidup, sistem sosial masyarakat, dan alam pikiran luhur masyarakat Ronggakoe, Manggarai Timur yang harus diwarisi para generasi muda.
Penyelisikan lewat seni tradisi mengenai pendidikan karakter juga dilakukan Faris Awaludin lewat tulisannya yang berjudul “Ngruwat Bocah Bajang: Makna Ruwatan Cukur Rambut Gembel bagi Masyarakat Dieng”. Faris menguraikan di dalam tulisannya tentang makna-makna yang terkandung di dalam tradisi ruwatan cukur rambut gembel sebagai peninggalan luhur nenek moyang bagi masyarakat Dieng yang harus dipertahankan. Adat istiadat tentang bocah bajang dan juga ruwatan cukur rambut gembel dikatakan penulis sudah memola sebagai tata nilai yang harus dipatuhi oleh masyarakat Dieng agar mereka dihindarkan dari mala.
Aksi nyata kepedulian terhadap pendidikan karakter juga dilakukan oleh Shienny Megawati Sutanto lewat kerja risetnya yang berjudul “Perancangan Buku Ilustrasi sebagai Media Edukatif untuk Anak tentang Kebersihan Sebelum Makan”. Hasil riset penciptaan karya seninya itu menunjukkan bahwa perancangan buku ilustrasi tentang pendidikan karakter harus dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik anak-anak yang cenderung menyukai cerita yang imajinatif dan dekat dengan keseharian mereka. Selain itu, buku pendidikan karakter bagi anak-anak sangat penting diperhatikan visualisasinya agar informasinya mudah dibaca dan dipahami anak.
Lewat bidang sastra, Teguh Prasetyo dengan tulisannya yang berjudul “Ruang Kolonial dan Resistansi pada Novel Hikayat Kadiroen karya Semaoen” berusaha membaca pendidikan karakter lewat perjalanan hidup tokoh Kadiroen yang kemudian melihat ketidakadilan dalam ruang kolonial dan memutuskan untuk mendukung ideologi komunis dalam melawan ketidakadilan tersebut. Hal menarik dalam novel ini menurut penulis salah satunya adalah penggambaran mengenai relasi dominasi kolonial yang direspons dengan perlawanan. Oleh karena itu, artikel ini mencoba membahas bentuk-bentuk relasi tersebut serta respons perwalanan atau resistansi terhadap relasi dominasi kolonial.
Stephani Intan M. Sillagan menulis mengenai upaya re-aransemen lagu tradisi Pa’kelong Simbuang garapan Rethayani Layuk ke dalam bentuk modern. Menurutnya dengan re-aransemen nyanyian rakyat masyarakat Toraja Simbuang mengandung pendidikan karakter generasi muda khususnya anak-anak agar peduli pada warisan budaya ditengah arus globalisasi di masa kini yang semakin deras. Temuan ini menarik bahwa sebagai usaha rekacipta, nyanyian yang berisi lirik dan makna lagu yang syairnya tetap dipertahankan dalam bahasa Toraja Simbuang menyampaikan nilai-nilai sakral, kemanusiaan dan pendidikan karakter anak melalui inovasi garapan baru.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 9 No.1Vol 9 No 1 (2023)
Edisi Jurnal Seni Nasional CIKINI tahun ini merupakan sebuah refleksi dari perenungan terhadap seni di masa pemulihan pasca pandemi. Pertanyaan bagaimana kiranya pemikiran, penelitian dan penciptaan seni dapat berperan serta dalam masa pemulihan, serta memberi kekuatan agar seni itu sendiri dapat berlanjut dan berkembang terus, menyintas zaman. Seni bukan hanya demi keberadaan seni itu sendiri sebagai sumber kepuasan keindahan dan komoditas saja, namun juga merupakan source of energy and power untuk masyarakat secara luas, merupakan landasan berpikir artikel-artikel pilihan dalam edisi ini. Membaca pengalaman para seniman yang dikumpulkan Sharon Louden (2013) sebagai editor dalam buku Living and Sustaining a Creative Life, maka dapat dilihat bahwa tidak saja di Indonesia di masa kini, melainkan sebelumnya pun di negara dimana karya seni sangat berhubungan dengan kerja ekonomi dan bisnis, diperlukan suatu introspeksi diri untuk mengkontemplasi arah dari seni di masa kini menuju masa depan. Buku yang lain yang merupakan seri lanjutan dengan editor Alpesh Kantilal Patel dan Yasmeen Siddiqui (2022 ) dengan judul Storytellers of Art Histories; Living and Sustaining a Creative Life, menggunakan cover patung yang merupakan simbol berkelindannya entitas spiritual dari Yunani dan India, mencerminkan bahwa di masa sekarang ada keintiman dalam pergumulan multi dalam waktu, ruang, historisitas seni, tubuh, hasrat dan subjektivitas Seni. Persoalan di era sekarang yang berhadapan dengan perkembangan teknologi yang sudah demikian akrab di tengah masyarakat terutama bagi generasi muda juga menjadi perhatian. Pertanyaan bagaimana seni dapat bertahan kami bingkai dengan tema besar Sustaining Art sebagai pemantik bagi para penulis, yang bukan saja merupakan akademisi namun juga merupakan pelaku budaya dan praktisi seni. Dengan demikian diharapkan pemikiran-pemikiran mereka dapat memberikan suatu kontribusi bagi pengembangan pemikiran-pemikiran seni untuk masa kini dan selanjutnya. Tulisan yang telah lolos seleksi para editor dan reviewer adalah karya Zamilia yang membahas warisan budaya masa lalu masyarakat Minangkabau berupa ragam hias sulaman suji dari Koto Gadang menggunakan perspektif hermeneutika. Diskusi yang ditawarkan adalah bahwa melihat sulaman suji bukan terbatas pada tekniknya melainkan juga jenis selendang sulam ini merupakan simbol ekspresi upacara adat sepanjang kehidupan dengan demikian mengandung nilai-nilai yang mengangkat identitas masyarakatnya di masa lalu, masa kini dan masa mendatang. Jade Victoria Fortuna dan Shienny Megawati Sutanto di sisi yang lain membahas generasi z yang membutuhkan peningkatan rasa kasih sayang terhadap diri sendiri dan praktik media sosial yang lebih positif. Objek penelitiannya adalah perancangan komik digital yang dapat memberi edukasi melalui storytelling dalam komik Hello it’s Mondu dengan memeriksa character design sebagai media self healing. Imam Firmansyah, Anusirwan dan Girah Putra Fajar berkolaborasi mengangkat persoalan rekacipta lagu Dalem Pobin Poa Si Li Tan ke media baru. Tulisan dalam artikel ini menguraikan metode memeriksa rekaman lama yang dilakukan Yampolsky tahun 1999 dan tim peneliti mempelajari audio teknik permainannya. Para penulis yang melaksanakan penelitiannya kemudian memainkan ulang. Upaya ini merupakan semacam kerja revitalisasi dan dipublikasikan dalam bentuk media baru agar dapat berperan sebagai arsip rekaman untuk generasi masa depan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai luaran perolehan dana internal bidang 3 Institut Kesenian Jakarta program insentif penelitian untuk dosen tetap. Kaksim, Maira Hidayat dan Zulfa membahas nyanyian Smong yang merupakan warisan budaya Aceh yang diturunkan dari generasi ke generasi. Syair-syairnya memberikan pesan- pesan dan kearifan tradisi mitigasi bencana. Dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa dalam pola- pola teks musikalnya terkandung makna metaforik mengenai situasi alam Aceh yang rentan tsunami dan cara menyelamatkan diri. Rana Syakirah Rinaldi dan Ahmad Thabathaba’i Saefudin menuliskan hasil analisanya terhadap desain karakter dalam Gim Seri Dreadout menggunakan pendekatan Manga Matrix. Penelitian mereka dapat merupakan tambahan referensi untuk pengembangan penciptaan seni yang berupa visual dalam gim. Menariknya karakter yang dilihat berupa tokoh-tokoh dalam dunia mitologi dan supranatural tradisi Indonesia.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 8 No. 2Vol 8 No 2 (2022)
Seni berhubungan dengan proses belajar pengetahuan dimana ada kondisi-kondisi imanensi memperoleh Kebenaran. Peristiwa mencipta seni itu sendiri merupakan proses affektif, aksi, refleksi dan dengan demikian meciptakan kemungkinan-kemungkinan baru untuk tindakan selanjutnya dan penelusuran baru. Melalui berbagai penelusuran baru tersebut dapat ditemukan bahwa melalui seni, seseorang dapat menemukan “suara” atau voice nya dan embodiment nya. Mengacu pada pandangan dalam teori yang dikemukakan Deleuze, standar nilai bersumber dari yang internal berhubungan dengan nilai-nilai transendental dalam sistem keyakinan, agar dapat hidup baik, mengekspresikan kekuatan diri sepenuhnya, diarahkan usaha melampaui batasan-batasan diri. Meminjam ulasan dalam Reyes (2020) yang menulis buku Deleuze and Guattari’s Philosophy of ‘Becoming-Revolutionary’ , kami memandang bahwa seni merupakan suatu proses becoming atau ‘menjadi’ suatu gerakan dan merupakan bagian dari politik perubahan membangun narasi baru dalam kehidupan manusia dan kemanusiaan itu sendiri. Melalui perjalanan praktik seni embodying maka seseorang bersentuhan dengan berbagai peristiwa, ingatan, materi, praktik tubuh, refleksi, eksplorasi dan lainnya, dengan demikian membuka cakrawala baru untuk pola pikir yang baru. Praktik-praktik dalam seni ini dapat dipahami sebagai proses belajar. Seni adalah suatu kekuatan dan daya sebagai metodologi untuk memberdayakan para pembelajar. Seni, dengan demikian memegang peran penting dalam pengembangan karakter, menyediakan cara untuk mengambil sumber pengetahuan dari seni-seni tradisi, menjadi pendorong berpikir inovatif, mengajarkan pemahaman keberagaman budaya dan membangun toleransi sosial. Perlu dipikirkan bagaimana seni dapat terintegrasi dengan kehidupan masa kini, menjadi kontemporer namun juga tidak melupakan mentransimiskan nilai-nilai dalam seni tradisi Indonesia khususnya yang semakin berada dalam tekanan karena semakin besar pengaruh globalisasi yang membebaskan namun sekaligus mengungkung. Latar belakang pemikiran ini yang merupakan tema edisi Desember 2022 yang mengangkat topik-topik pilihan berhubungan dengan Seni sebagai wahana edukasi sebagaimana yang ditulis oleh; B.Kristiono Soewardjo yang membahas karakteristik topeng tunggal melalui penciptaan film tari berjudul Nindak Jirumklan. Tujuan menciptakan karya film tari tersebut menjadi media pembelajaran sejarah kota Jakarta dan upaya preservasi agar budaya Betawi tetap hidup dalam ingatan, menggunakan kombinasi pendekatan Alma Hawkins untuk penciptaan tari mengembangkan koreografi dari sumber tradisi. Alfian S. Siagian yang dalam artikelnya menulis mengenai karya Shakespeare mengangkat bagaiamana tokoh-tokoh Othelo dan Iago merepresentasikan nilai-nilai dan prilaku baik dan buruk dan betapa sebuah karya seni drama menjadi soft power dalam upaya diplomasi dunia. Martinus dalam artikelnya mengenai pengembangan video edukasi lingkungan bersih dipasar Teluk Gong Jakarta Utara, menulis bahwa seni yang menggunakan media teknologi memberi pembelajaran akan kebersihan diri, lingkungan hidup dan bahwa pencemaran oleh sampah akibat kemalasan sangat membahayakan kehidupan manusia. Dian Hendrayana memeriksa pemanfaatan virtual reality sebagai media pembelajaran yang menggunakan teknologi 3D simulasi komputer. Seni yang menggunakan teknologi ini dapat membangun semangat belajar para pembelajar dan merupakan uji kompetensi para kreator film itu sendiri.Hany Sustia menulis artikel yang membahas kinestetika tubuh, berfokus pada tulang belakang anatomi manusia yang ternyata menjadi cerminan dari kehidupan keseharian manusia. Hany mengembangkan gagasan ini, mengacu pada metodologi dalam teori Foucault dan Alma Hawkins menjadi sebuah proses kreatif agar membangun kesadaran jasmani masyarakat. Prio Damar melalui Editorial: Seni sebagai Media Edukasi Nilai-Nilai dan Pengembangan Potensi Manusia artikelnya menyampaikan pendapat mengenai pentingnya agar edukasi dalam bidang seni itu sendiri berkembang sesuai dengan zamannya. Argumentasinya adalah bahwa pembekalan kreatif melalui pembelajaran teknologi musik merupakan modal kreatif agar para seniman muda dapat mampu bekerja di industri musik telah bertransfomasi menjadi dunia digital.
Salam
Madia Patra Ismar -
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 8 No. 1Vol 8 No 1 (2022)
Seni sebagai sebuah sistem yang holistik, terdiri dari kategori yang beragam. Setiap kategori seni dikonstruksi oleh tanda dan penanda (symbolic signifiers) yang berbeda dan yang membedakan satu dengan lainnya. Apabila kita merujuk pada periode Yunani kuno seorang tokoh di masa tersebut memformulasikan teori Mimesis. Tokoh tersebut yang bernama Aristoteles menyatakan bahwa bentukbentuk seni yang berbeda memiliki perbedaan dalam tiga hal yaitu pertama medianya, objeknya, dan caranya atau moda peniruan yang masing-masing memiliki distinksinya (Sui Yan, 2017). Selanjutnya pendapat sebelumnya seperti yang diutarakan Kenneth J. Fascing dan Nicholas Daniel Hartlep Varner (2015) yang memeriksa diskursus dalam pendidikan seni, mengatakan bahwa dimana ada retorika dalam studi terhadap ekspresi visual yang sudah menjadi sebuah disiplin ilmu bernama semiotics, maka seni sebagai tanda dan penanda dapat berperan membangun sebuah narasi budaya, identitas dan membangkitkan pemaknaan lama dalam tradisi atau melahirkan sebuah pemaknaan baru melalui penciptaan baru. Dengan demikian, karya seni dapat berkaitan dan melekat dengan relasi kuasa yang dapat mempengaruhi dan membangkitkan atau menjadi media perlawanan merepresentasikan berbagai macam ideologi politik. Peran Seni sebagai sebuah tanda dan penanda dengan demikian menjadi sebuah kekuatan yang dapat melahirkan, membangkitkan dan sebaliknya dalam posisi oposisi biner dapat pula menghancurkan cara pandang terhadap sebuah fenomena di tengah masyarakat. Jurnal Seni Nasional CIKINI edisi kali ini mengangkat isu tersebut melalui bahasan-bahasan yang menarik dalam artikel-artikel pilihan sebagai berikut sebagaimana ditulis dalam ulasan Ferdinan Indrajaya yang mengangkat sebuah perspektif filosofis dari Nussbaum bahwa Seni dapat memicu emosi-emosi kemarahan dalam sebuah relasi intim terhadap tragedi sebagai sebuah refleksi atas kemanusiaan terutama yang timbul di era pandemi. Karya tulisan Isye Agustina dan Panji Firman Rahadi dalam artikelnya mengargumentasikan bahwa busana sebagai ekspresi visual merupakan ekspresi makna melalui metafor. Penulis ini melihat bagaimana seni kostum direpresentasikan sebagai tanda dan penanda karakterisasi penokohan preman yang diangkat melalui karya seni film dengan keberpihakan pada nilai-nilai kebebasan berekspresi dan kesetaraan sosial. Lusiana Limono mengeksplorasi hasil penelitiannya terhadap budaya kain Patchwork and Quilts di Malang yang merupakan sebuah practice based research. Hasil kerja penelitiannya menemukan dan mengangkat pandangan bahwa melalui kerja seni kualitas hidup masyarakat dapat meningkat. Korelasi kerja seni tersebut berhubungan dengan budaya perempuan sehingga dapat dilihat bahwa seni sebagai tanda dan penanda menjadi bagian integral dari aktivisme membangun kesetaraan gender melalui budaya seni kriya tekstil. Diaz Ramadhansyah dan Irma Damajanti melakukan penelusuran sejarah ogoh-ogoh dan berargumentasi bahwa seni rupa Bali mengalami proses komodifikasi. Argumentasi ini dibangun penulis dengan menggunakan perspektif Adorno. Dengan demikian menurutnya nampak bahwa telah terjadi pergeseran makna dalam tanda-tanda seni masyarakat tradisi. Nilai-nilai sakral berubah jika tidak dapat dikatakan menghilang, melalui suatu bentuk kreativitas baru yang berkembang bertransformasi menjadi objek komoditas yang mengandung pola-pola nilai ekonomi. Kartika Oktorina penulis lain dalam edisi kali ini membahas seni tanda dan penanda dalam media bahasa rupa menggunakan diskursus semiotika dalam karya tulisnya mengulas Wayang Machine menggunakan pandangan teori semiotika Roland Barthes. Penulis juga menguraikan dalam artikelnya bahwa dengan melihat seni menggunakan kacamata semiotika dari perspektif seorang teoris Semiotika dari Indonesia bernama Wimba yang menggunakan skala ukuran, maka sebuah makna dari konteks konotatifnya dalam Seni Media Baru yang berangkat dari kekhasan kekayaan warisan budaya Indonesia dapat digali secara lebih mendalam. Heri Purwoko yang juga mengangkat isu wayang menelusuri fenomena wayang daun yang merupakan ekspresi budaya urban, sebagai media storytelling. Secara khusus, gejala budaya urban yang disoroti merupakan kerja seni Islami ciptaan Zak Sorga dan artikel ini mengangkat sebuah narasi bagaimana seorang seniman dapat berperan menjadi agen perubahan dan pelestari sekaligus. Argumentasinya adalah bahwa dengan kerja seni sebagai aktivisme lingkungan hidup, maka ada upaya melampaui keterbatasan-keterbatasan sosial untuk menyampaikan kepedulian dan kebertahanan dalam ruang urban di tengah hutan beton perkotaan.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 7 No. 2Vol 7 No 2 (2021)
Tema kali ini mengangkat komik. Komik merupakan suatu ekspresi yang mengandung kombinasi ilustrasi teks dan gambar. Ada beberapa pendapat seperti yang disampaikan Jesper dan Sarah Weichman yang melihat bahwa keberadaan ekspresi seperti komik sudah ada semenjak peradaban manusia kuno seperti di zaman Mesir kuno melalui gambar hieroglyph, Mesopotamia melalui tenunan-tenunannya, Mexico pada zaman Maya kuno dan lainnya. (Anne Magnussen, Hans-Christian Christiansen, 2000: 59-60). Pendapat lain mengatakan bahwa komik dalam bentuknya yang kuno tersebut,hieroglyph misalnya, mengandung unsur religi, berhubungan dengan ritual serta merupakan alat membantu ingatan sebagai mnemonic untuk merekam alam pikiran dan kearifan lisan dalam bentuk tulisan yang diyakini merupakan hadiah sakral dari Dewa Thoth sang penyembuh, sang arif, dan penulis para Dewa. Awal mulanya orang Mesir kuno menggunakan hieroglyph untuk akuntansi kemudian alat birokrasi, kemudian berembang menjadi inskripsi yang menghiasi peti mati dan makam dengan visual yang merupakan simbol binatang, burung, dan manusia untuk menghidupkan adegan-adegan tersebut. Gambar ilustrasi kuno yang dilengkapi dengan simbol-simbol phonetic menceritakan suatu narasi budaya pada masanya sehingga menjadi suatu komunikasi untuk generasi di masa depan, seperti kita di saat ini di tahun 2021. Dari narasi dalam ekspresi komik maka kita dapat melihat perubahan sosial dari masa ke masa dan adanya konteks berhubungan dengan historisitas sosial, ekonomi, politik, sastra dan seni. Para penulis dalam edisi ini yang terdiri dari para pakar di bidangnya masing-masing, memaparkan pemikiran-pemikirannya berhubungan dengan komik dengan segala spektrumnya.
Selamat membaca...
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 7 No 1Vol 7 No 1 (2021)
Tema yang diangkat dalam jurnal edisi Juni 2021 memberi “highlight” soal resiliensi dan bagaimana seni dan senimannya menunjukkan pola-pola resiliensi. Diharapkan bahwa edisi ini ini dapat memberi kontribusi terhadap kontinuitas percakapan mengenai seni dan senimannya, serta berbagi informasi dan juga berperan sebagai suatu advokasi agar seni dapat bertahan, berkelanjutan hidup dan berkembang tangguh dalam situasi dunia saat ini Resiliensi dapat didefinisikan sebagai suatu perkembangan dan proses dinamis yang merefleksikan suatu adaptasi positif meskipun adanya kesulitan kesengsaraan dan kemalangan yang harus dihadapi(Luthar et.al tahun 2000: Master 2001 dalam Luthar 2003). Dalam konteks ini, resiliensi dilihat sebagai suatu fenomena sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan seseorang dapat berlangsung baik-baik saja dalam keadaan beresiko meskipun adanya kesulitan-kesulitan yang harus dihadapi dan harus diatasi. Dengan demikian juga dapat dikatakan bahwa resiliensi merujuk pada pola-pola kebertahanan atau yang disebut ciri resiliensi. Menurut beberapa peneliti, seperti Masten & dan Coatsworth tahun 1998 yang dikutip dalam dalam tulisan Masten dan Powell (Luthar et.al 2003), kemampuan tersebut berhubungan dengan kompetensi psikososial yang menonjol dalam performansi seseorang yang terdapat dalam konteks usia, masyarakat, budaya, dan masa historis. Studi-studi resiliensi juga menunjukkan adanya kompetensi kebertahanan terhadap trauma yang terjadi akibat perang, kelaparan, dan bencana. Manusia memiliki kemampuan adaptasi untuk berlindung dari trauma dan dengan menggunakan bingkai resiliensi, memungkinkan kita melihat dan mempromosikan kompetensi yang menonjol yang dimiliki seseorang atau kelompok masyarakat dalam keadaan sulit, agar bermanfaat di masa depan dengan tujuan dapat memperoleh pencapaian-pencapaian baru yang positif.
Penulis seperti Steven M. Southwick, Dennis & Charney (2018) dalam buku Resilience the Science To Mastering Life's Greatest Challenges mengacu pada lukisan seniman bernama Winslow Homer berjudul The Life Line yang dilukis tahun 1884, memperlihatkan seorang perempuan pingsan yang merupakan korban kapal tenggelam sedang diselamatkan oleh seorang laki-laki yang dengan gagah berani menyelamatkannya di tengah kondisi terpaan badai. Menurut Steven si pelukis Homer menunjukkan melalui ekspresi Karya seninya bahwa adanya selfless heroism di mana tindakannya dan bukan aktornya yang terlihat penting. Memang ada ada orang-orang yang tidak ingin disebut pahlawan dan menganggap tindakan heroiknya itu sebagai bagian dari pekerjaannya bukan mencari pujian untuk dirinya. Sifat resiliensi demikian juga dimiliki oleh kebanyakan manusia yang mampu tetap gagah berani dan kokoh melangkah menghadapi berbagai macam tantangan dan kesulitan.
Dari masa ke masa seniman telah menunjukkan pola-pola resiliensi dan pada masa penuh ketidakpastian ini, UNESCO bahkan meluncurkan sebuah program ResiliArt yang diharapkan menjadi gerakan global untuk menyatukan semua manusia menghadapi pengaruh pandemi terhadap dunia seni. Tahun 2021 pandemi covid 19 masih berada di tengah masyarakat dunia dan berdampak pada dunia seni dan senimannya sehingga persoalan pola-pola resliensi masih sangat relevan untuk didiskusikan.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 6 No 2Vol 6 No 2 (2020)
Apakah yang paling berkesan bagi kebanyakan orang di tahun 2020? Jawabnya tentulah bahwa di tahun ini kebanyakan dari kita menghadapi suatu kerepotan atas situasi wabah virus Covid-19. Wabah virus yang mengglobal ini merasuk keseluruh bidang kehidupan, sehingga memunculkan tulisan-tulisan yang menyentuh jika membicarakan dimensi-dimensi kemanusiaan dari pandemi tersebut.
Tak terkecuali di bidang pendidikan situasi yang kurang nyaman menyelinap ke proses ajar-mengajar yang memaksa pelajaran dilakukan secara daring. Selain itu masih ada beberapa protokol kesehatan yang harus dipenuhi. Jurnal Seni Nasional Cikini (JSNC) juga terimbas oleh wabah yang mengglobal ini. Namun kami menolak untuk berhenti terbit. Jurnal yang telah terakreditasi dan terinput dalam website GARUDA ini harus terus dilanjutkan dan ditingkatkan kualitasnya.
Selamat menyimak dan selamat menyambut tahun baru 2021
Salam.
-
Jurnal Seni Nasional Cikni Vol. 6 No. 1Vol 6 No 1 (2020)
Di bulan Juni 2020 ini, Institut Kesenian Jakarta merayakan pesta emas ulang tahun yang ke 50 tahun. Sejak didirikan pada tahun 1970 yang diresmikan oleh Ali Sadikin selaku Gubernur DKI Jakarta dengan nama Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) yang kemudian berubah status menjadi Institut Kesenian Jakarta yang merupakan Perguruan Tinggi Seni tertua di Indonesia, hal ini perlu kita syukuri karena terjadi dinamika yang begitu besar baik dari para Pengelola, Pimpinan, Para Dosen, maupun individu-individu dalam mengembangkan Institut Kesenian Jakarta. Namun pada kenyataannya IKJ saat ini masih dalam proses akreditasi Institut dan dalam waktu dekat menunggu keputusannya. Selain itu, masih ada masalah sentralisasi administratif ke Rektorat serta penyempurnaan terkait Statuta. Di luar itu semua, singkat kata jalur akademik berjalan terus dengan berbagai pengembangannya.
Sementara di 2 Jalur Dharma yang lain pada Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu Penelitian dan Pengabdian Masyarakat masih perlu dikembangkan secara sedemikian rupa, seperti misalnya dari dulu sudah ada rintisan dalam membuat sebuah Jurnal Penelitian maupun kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat tetapi tidak selalu berkelanjutan dan terdokumentasikan dengan baik, beruntung bahwa dalam masa kepimpinan rektorat periode 2016 hingga 2020 ini telah terbit Jurnal Seni Nasional Cikini yang bisa hadir secara berkelanjutan yaitu dua kali terbit dalam 1 tahun sehingga dalam perkembangannya, demi mengikuti dinamika perkembangan zaman, Jurnal Seni Nasional Cikini yang awalnya hanya terbit melalui cetak fisik kemudian juga hadir dengan medium online melalui sistem OJS yang sudah berjalan pada tahun 2019. Sehingga demi keberlangsungan Jurnal Seni Nasional Cikini dalam menghadapi tantangan serba digital, mendapatkan peluang untuk mengikuti percepatan akreditasi Jurnal. Makasekiranya perlu melakukan akreditasi sehingga saat ini Jurnal Cikini resmi terakreditasi dengan peringkat SINTA 5. Peringkat SINTA dimulai dari SINTA 6 dan yang paling tertinggi merupakan SINTA 1.
Hal ini patut disyukuri karena pada akhirnya memudahkan Jurnal Seni Nasional CIKINI dapat bertukar artikel penelitian melalui Perguruan Tinggi Seni yang lain, dan juga dapat mendorong para dosen IKJ untuk terus melakukan penelitian. Sebab selama ini para dosen IKJ memiliki kecenderungan kuat di dalam penciptaan dan sebagian kecil di bidang kajian. Bahwa yang berkecimpung di dalam bidang penciptaan sebenarnya secara implisit melakukan penelitian demi mewujudkan karyanya maupun kegiatan penelitian atas karya-karya seniman yang lain. Inilah inti dari apa yang disebut dari Penelitian Artistik, yaitu penelitian yang dilakukan oleh sang seniman. Namun masalah selanjutnya adalah disiplin untuk menuliskan proses penelitian oleh para dosen penciptaan. Dapat dikatakan seseorang akan belum memulai menulis sebelum ia mulai menulis. maka untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan perlu disiplin baru
Berita baik lainnya bahwa dalam 3 tahun terakhir (2017/2020) IKJ PRESS telah menerbitkan 10 buku dalam bidang seni, baik dibiayai sendiri melalui IKJ maupun bekerja sama dengan pihak luar. Ternyata banyak pemikiran selama 50tahun IKJ ini tersebar dalam bentuk dokumentasi baik kliping koran, naskah skripsi, tesis maupun disertasi yang dapat dibukukan. Viva IKJ!
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 5 No. 2Vol 5 No 2 (2019)
Revolusi industri digital telah merasuk ke semua bidang kehidupan, termasuk bidang kesenian. Semisal ada pergeseran dalam estetika di setiap cabang seni. Dalam hal ini, Institut Kesenian Jakarta sebagai Perguruan Tinggi seni terkemuka di negeri kita ini harus ikut berbenah dalam menghadapi tantangan perkembangan yang pesat dari teknologi.
Namun dengan adanya kemajuan teknologi atau tidak, seni tak selayaknya harus semata-mata tergantung pada perkembangan teknologi. Dengan kata lain, yang lebih utama adalah kreativitas harus jalan terus. Sehingga misalnya seni – seni tradisional pun bisa diuji ketahanannya dalam menghadapi kemajuan pesat teknologi. Sementara seni murni, katakanlah kreasi sketsa, dapat terus eksis dengan segala kesederhanaannya.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 5 No. 1Vol 5 No 1 (2019)
Jurnal Seni Nasional CIKINI, merupakan kumpulan berbagai topik kajian kesenian yang berisi gagasan, penelitian, ataupun pandangan mengenai perkembangan fenomena dan gejala kesenian serta berbagai permasalahannya. Jurnal ini bertujuan untuk memberikan sumbangan penelitian kesenian, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan kesenian di Indonesia ke arah yang lebih baik lagi, dan memiliki daya saing dengan kesenian dunia.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 4 No. 4Vol 4 No 4 (2018)
Jurnal Seni Nasional CIKINI, merupakan kumpulan berbagai topik kajian kesenian yang berisi gagasan, penelitian, ataupun pandangan mengenai perkembangan fenomena dan gejala kesenian serta berbagai permasalahannya. Jurnal ini bertujuan untuk memberikan sumbangan penelitian kesenian, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan kesenian di Indonesia ke arah yang lebih baik lagi, dan memiliki daya saing dengan kesenian dunia.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 3 No. 3Vol 3 No 3 (2018)
Jurnal Seni Nasional CIKINI, merupakan kumpulan berbagai topik kajian kesenian yang berisi gagasan, penelitian, ataupun pandangan mengenai perkembangan fenomena dan gejala kesenian serta berbagai permasalahannya. Jurnal ini bertujuan untuk memberikan sumbangan penelitian kesenian, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan kesenian di Indonesia ke arah yang lebih baik lagi, dan memiliki daya saing dengan kesenian dunia.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 2 No. 2Vol 2 No 2 (2017)
Jurnal Seni Nasional CIKINI, merupakan kumpulan berbagai topik kajian kesenian yang berisi gagasan, penelitian, ataupun pandangan mengenai perkembangan fenomena dan gejala kesenian serta berbagai permasalahannya. Jurnal ini bertujuan untuk memberikan sumbangan penelitian kesenian, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan kesenian di Indonesia ke arah yang lebih baik lagi, dan memiliki daya saing dengan kesenian dunia.
-
Jurnal Seni Nasional Cikini Vol. 1 No. 1Vol 1 No 1 (2017)
Jurnal Seni Nasional CIKINI, merupakan kumpulan berbagai topik kajian kesenian yang berisi gagasan, penelitian, ataupun pandangan mengenai perkembangan fenomena dan gejala kesenian serta berbagai permasalahannya. Jurnal ini bertujuan untuk memberikan sumbangan penelitian kesenian, yang diharapkan dapat mendorong perkembangan kesenian di Indonesia ke arah yang lebih baik lagi, dan memiliki daya saing dengan kesenian dunia.